Dongeng Untuk Putri (4)

Posted by Diah Chamidiyah Blog on Rabu, 04 Januari 2012

Hari Keempat

Putri adalah seorang gadis kecil berusia empat tahun. Rambutnya lurus dan berkulit putih. Matanya agak sipit dan berhidung mungil. Putri gadis yang cerdas dan berani, kecuali dengan jarum suntik. Setiap saya ingatkan tentang jarum suntik, pasti dia tertawa terkekeh-kekeh.

Suatu hari, Putri datang kerumah saya dengan baju yang basah kuyup. Dia diantar oleh pegawai ayahnya, karena tidak mau dirumah. Putri sepat menangis karena tidak diantar kerumahku. Setelah masuk, saya langsung mengajak Putri ke kamar mandi dan berganti pakaian. Sambil sisiran, Putri pun asik berceloteh,

“Tadi enak Budhe, Putri main hujan-hujanan.... hi...hi....hi... dingin sekali.” Katanya riang gembira. Tak lama kemudian, Putri pun berdendang didepan jendela, sambil melihat hujan turun,

“Tik... tik... tik bunyi hujan diatas genting

Airnya turun tidak terkira

Cobalah tengok dahan dan ranting

pohon dan kebun basah semua...”

Putri bernyanyi sambil bertepuk tangan dengan riang. Karena habis kehujanan, Putri pun sangat lapar. Sambil melihat hujan turun dari dalam rumah, saya menyuapi Putri dengan mie serta telur goreng. Setelah membaca doa, Putri makan dengan lahap, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Rupanya Putri masih bernyanyi, cuma menyanyinya didalam hati. Saat ini, listrik sedang padam, jadi Putri tidak dapat bermain game maupun melihat televisi. Supaya tidak bosan, Putri saya ajak untuk bermain boneka. Semua koleksi boneka yang ada dirumah saya, dikeluarkan.

Boneka beruang, nah, boneka ini dibawa sendiri oleh Putri dari rumahnya. Boneka kelinci, kura-kura, angsa, ular, micky mouse dan minnie, donal bebek, berang-berang, hingga boneka domba, shoun the sheep. Setelah semua boneka turun dari tempatnya, saya pun membuat panggung sederhana dari meja pendek dengan alas kain dan kain korden yang menutup kedua sisi. Ketika tali yang mengikat kain korden saya tarik, maka akan muncul panggung boneka.

Maka mulailah pertunjukan panggung boneka sederhana kami. Saya dan Putri bergantian memainkan boneka-boneka tersebut. Putri sudah bisa menirukan beberapa bunyi hewan-hewan yang menjadi tokoh dalam panggung boneka. Bahkan Putri juga bisa menirukan suara lolongan serigala dimalam hari.

“Auuuuu...... ngeng .... ngeng.... (dengan nada tinggi)

Auuuu.......ngeng...ngeng.... (dengan nada rendah)

Putri juga dapat menirukan suara orang yang mendengkur,

“Ngrokkkkkkkkkkk.............fyiuh.....

Ngrookkkkkkkkk.............. fyiuh...

“Begitu suara orang tidur sambil mengorok, Budhe.” Katanya dengan riang

“Memang siapa yang tidur sambil ngorok?”

“Papa Budhe, ngoroknya keceng sekali, makanya Putri tidak mau tidur dengan Papa.”

Kami memainkan cerita Frangklin si Kura-kura. Boneka beruang bernama Bear, boneka angsa bernama Goose, boneka berang-berang bernama Beaver, persis seperti dalam film kartun. Setelah hampir satu jam bermain dengan boneka-boneka tersebut, Putri pun mulai mengantuk,

“Budhe, Putri sudah capek main boneka. Putri mau tidur, tolong buatin susu ya...”

Setelah meminum susu dan naik ketampat tidur,

“Ceritain....”

“Baiklah, tapi bacain buku aja ya .......”

Rupanya, dongeng sebelum tidur siang sudah menjadi sesuatu yang sangat dinantikan oleh Putri. Sambil mengipasi tubuh mungilnya, saya mulai membacakan buku cerita:

Kisah Gadis Kecil Penjual Korek Api

oleh Hans Christian Andersen

Kisah ini dimulai pada waktu malam hari sebelum hari natal.

“Apa hari Natal itu Budhe?” tanya Putri

“Hari raya bagi umat Kristen, seperti hari raya Idul Fitri, banyak baju baru, kue-kue dan juga permen.” Putri sudah mulai mempertanyakan sesuatu dalam ceritaku.

“Lanjutkan apa tidak?”

“Lanjutin Budhe...”

Di malam Natal, orang-orang berjalan dengan wajah yang gembira memenuhi jalan di kota. Di tepi jalan itu ada seorang gadis kecil mengenakan pakaian compang-camping sedang menjual korek api. "Mau beli korek api?"katanya kepada pemakai jalan.

"Ibu, belilah korek api ini." Kata gadis kecil itu kepada seorang ibu yang kaya raya yang sedang melintas.

"Aku tidak butuh korek api, sebab di rumah ada banyak."katanya dengan ketus

Tidak ada seorang pun yang membeli korek api dari gadis itu. Gadis kecil itu tidak berani pulang. Kalau dia pulang tanpa membawa uang hasil penjualan korek api, pasti dia akan dipukuli oleh ayahnya.

Ketika akan menyeberangi jalan. Grek! Grek! Tiba-tiba sebuah kereta kuda berlari dengan kencangnya. "Hyaaa! Awaaaaas!" teriak kusir kereta kuda.

“Bukan begitu suara kereta kuda Budhe.... tapi tak tik tuk... kan ada lagunya...

Pada Hari Minggu keturut ayah ke kota

Naik delman istimewa ku duduk di muka

Kududuk dekat pak kusir yang rajin bekerja

Mengendalikan kuda supaya baik jalannya

Hey....

Tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk

Suara sepatu kuda

Nah, kan buka grek grek!” seru Putri sambil menggeleng-gelengka kepala dan bertepuk tangan. Ketika mendengan kata kereta kuda, dengan sigap Putri langsung bangun dan duduk, serta bernyanyi seperti itu.

“ini mau dilanjutkan atau tidak?”

“Lanjutin Budhe...” jawabnya sambil berbaring kembali

Karena terkejut gadis kecil itu melompat kepinggir jalan kembali,. Pada saat melompat, sepatu kanan yang dipakainya terlepas dan terlempar entah ke mana. Sedangkan sepatu sebelahnya jatuh di seberang jalan. Ketika gadis itu bermaksud pergi untuk memungutnya, seorang anak laki-laki telah lebih dahulu memungut sepatu itu lalu melarikan diri. "Wah, aku menemukan barang yang masih bagus."

Akhirnya gadis itu berdiri dengan bertelanjang kaki. Di sekitarnya, korek api jatuh berserakan. Sudah tidak bisa dijual lagi. Kalau pulang ke rumah dengan begini saja, dia tidak dapat membayangkan bagaimana pedih hukuman yang akan diterima dari ayahnya.

Apa boleh buat, gadis itu membawa korek api yang tersisa, dia berjalan dengan sangat lambat karena lelah. Lagi pula gadis kecil itu berjalan dengan bertelanjang kaki, tidak memakai sepatu. Gadis itu melewati sebuah rumah. Terlihatlah sinar yang terang dari jendela rumah itu. Ketika gadis itu pergi mendekatinya, terdengar suara tawa gembira dari dalam rumah. Di rumah, yang dihangatkan oleh api perapian, dan penghuninya terlihat sedang menikmati hidangan natal yang sangat lezat.

Gadis itu sedih, hingga meneteskan air mata. "Ketika ibu masih hidup, di rumah aku juga merayakan natal seperti ini." Katanya pelan

Dari jendela terlihat pohon natal berkelip kelip dan anak-anak yang gembira menerima banyak hadiah.

Malam semakin larut. Gadis kecil itu masih berdiri dibawah jendela. Akhirnya cahaya di sekitar jendela hilang, dan di sekelilingnya menjadi sunyi. Salju yang dingin terus menerus turun.

Sambil menggigil kedinginan, gadis itu duduk tertimpa curahan salju.

Gadis kecil itu merasa sangat lapar dan dia sudah tidak bisa bergerak.

Gadis itu kedinginan. Dia melepas sarung tangan yang dipakainya. Kemudian dia menghembus-hembuskan nafasnya ke tangan. Tetapi, sedikit pun hal itu tidak menghangatkannya.

"Kalau aku menyalakan korek api ini, mungkin akan sedikit terasa hangat." Kemudian gadis itu menyalakan sebatang korek api dengan menggoreskannya di dinding.

Crrrs… Lalu dari dalam nyala api muncul sebuah tungku pemanas.

 "Oh, hangatnya." Gadis itu mengangkat tangannya ke arah tungku pemanas.

Pada saat api itu padam, tungku pemanaspun menghilang.

Gadis itu menyalakan batang korek api yang kedua.

Kali ini dari dalam nyala api muncul beraneka macam hidangan. Di depan matanya, tampak berdiri sebuah meja yang penuh dengan makanan hangat.

"Wow! Kelihatannya enak." Kemudian seekor angsa panggang melayang menghampirinya. Tetapi, ketika ia berusaha menjangkau angsa panggang, apinya padam dan hidangan itu menghilang.

 Gadis itu segera mengambil korek apinya, lalu menyalakannya lagi.

Crrrs! Tiba-tiba gadis itu sudah berada di bawah sebuah pohon natal yang besar.

"Wow! Lebih indah daripada pohon natal yang terlihat di jendela tadi."

Pada pohon natal itu terdapat banyak hiasan lilin yang bersinar.

"Wah! Indah sekali!" Gadis itu tanpa sadar menjulurkan tangannya lalu korek api bergoyang tertiup angin. Tetapi, cahaya lilin itu naik ke langit dan semakin redup. Lalu berubah menjadi bintang yang sangat banyak. Salah satu bintang itu dengan cepat menjadi bintang jatuh.

"Wah, malam ini ada seseorang yang mati dan pergi ke tempat Tuhan, begitu kata Nenek ketika masih hidup."

Sambil menatap ke arah langit, gadis itu teringat kepada Neneknya yang baik hati. Kemudian gadis itu menyalakan sebatang korek api lagi. Lalu di dalam cahaya api muncul wujud Nenek yang dirindukannya. Sambil tersenyum, Nenek menjulurkan tangannya ke arah gadis itu. "Nenek!" Serasa bermimpi gadis itu melompat ke dalam pelukan Nenek.

"Oh, Nenek, sudah lama aku ingin bertemu." Gadis itu menceritakan peristiwa yang dialaminya, di dalam pelukan Nenek yang disayanginya.

"Kenapa Nenek pergi meninggalkanku seorang diri? Jangan pergi lagi. Bawalah aku pergi ke tempat Nenek."

Pada saat itu korek api yang dibakar anak itu padam.

"Ah, kalau apinya mati, Nenek pun akan pergi juga. Seperti tungku pemanas dan makanan tadi..." Gadis itu segera mengumpulkan korek api yang tersisa, lalu menggosokkan semuanya. Semua batng korek api itu terbakar, dan menyinari sekitarnya seperti siang hari. Nenek memeluk gadis itu dengan erat. Dengan diselimuti cahaya korek api, nenek dan gadis itu pergi naik ke langit dengan perlahan-lahan.

"Nenek, kita mau pergi ke mana?"

"Ke tempat Tuhan berada."

Keduanya semakin lama semakin tinggi ke arah langit. Nenek berkata dengan lembut kepada gadis itu,

"Kalau kita sampai di surga, Ibumu sudah menunggu dan menyiapkan makanan yang enak untuk kita." Gadis itu tertawa senang.

Pagi hari.

Orang-orang yang lewat di jalan menemukan gadis penjual korek api tertelungkup di dalam salju.

"Gawat! Gadis kecil ini jatuh pingsan di tempat seperti ini." Kata laki-laki setengah baya

"Cepat panggil dokter!" Teriak orang yang lain.

Akan tetapi, sebelum mereka membawa gadis kecil itu, dia sudah menghembuskan nafas terakhir. Orang-orang yang berkumpul di sekitarnya menyesalkan kematian gadis itu.

Ibu yang menolak membeli korek api pada malam kemarin menangis dengan keras dan berkata, "Kasihan kamu, Nak. Kalau tidak ada tempat untuk pulang, sebaiknya kau kuajak masuk ke dalam rumah."

Orang-orang kota mengadakan upacara pemakaman gadis itu di gereja, dan berdoa kepada Tuhan agar mereka dapat berlaku ramah meskipun pada orang miskin.

“Nah, ceritanya sudah selesai. Kita harus berbuat baik kepada semua orang, tidak perduli miskin atau kaya, ya...” kataku sambil menutup buku cerita.

“Kasihan ya Budhe, gadis kecil itu mati.” Kata Putri dengan muka sedih

“Eh, iya Budhe, salju itu apa? Es krim ya?”

“Salju itu warnanya putih, dan dingin seperti es.”

“Wah enak dong, bisa makan es setiap hari. Budhe, Putri mau es krim.”

“Nanti setelaha bangun tidur. Sekarang saatnya tidur siang. Ayo, baca doa sebelum tidur dulu.” Kataku sambil menarik selimut

Putri pun membaca doa sebelum tidur, kemudian memejamkan mata. Tampaknya Putri sudah sangat mengantuk. Tak berapa lama kemudian, Putri pun sudah terbang ke alam mimpi.

Semoga mimpi indah

Jumlah kata : 1605

Jumlah seluruh kata dari bab 1 hingga 4 : 6666

Blog, Updated at: 20.43

2 komentar:

  1. keren mbak..
    anakku jadi punya tambahan bacaan..jangan lama-lama nerbitinnya ya..hehehee..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih Ilalangku, doakan semoga gak males :)

      Hapus

Popular Posts

Followers