Dongeng Untuk Putri (5)

Posted by Diah Chamidiyah Blog on Minggu, 15 Januari 2012

Hari Kelima
Hari ini hari minggu, kami (saya dan suami) mengajak Putri ke kota untuk berbelanja di Mall. Dengan berboncengan sepeda motor, jam 10.00 WIB kami sampai di satu-satunya mall yang menyediakan area untuk bermain bagi anak-anak. Mall yang lain hanya menyediakan kebutuhan untuk berbelanja saja, tanpa tempat untuk bermain anak. Kami memang tinggal di kota yang kecil, sehingga tidak banyak tempat-tempat rekreasi modern, hanya tempat rekreasi alam, seperti pantai, sungai, danau, waduk, air terjun serta pegunungan. Karena kedamaiannya, kota kami mendapat julukan kota pensiun, sebab kota kami sangat tenang dan jarang sekali terjadi keributan.

Setelah sampai di Mall, kami menuju tempat parkir. Saya membangunkan Putri yang terlelap selama perjalanan,

“Sudah sampai Budhe?” katanya sambil mengucek-ucek matanya.

“Iya, ayo kita masuk. Mau main dulu atau belanja?”

“Main Budhe. Main dulu....” katanya sambil melonjak-lonjak gembira.

Dengan bergandengan tangan, kami masuk kedalam Mall. Di pintu masuk, kami disambut dengan hawa dingin dari AC yang terpasang ditiap sudut ruangan.

“ Hiii....dingiiiiiiiiiinnnnnnn.............” kata Putri sambil merapatkan jaket.

Kami menuju lift yang akan membawa kami ke lantai tiga mall ini. Tiba-tiba,

“Budhe, Putri mau naik tangga berjalan itu...”

“Tidak usah naik tangga, kita pakai lift aja, biar tidak capek.”

“Apa lift itu?”

“Nanti, lihat saja sendiri.” Kataku sambil memencet tombol untuk membuka lift

Kami pun masuk ke dalam lift. Sampai didalam, Putri pun minta untuk digendong, supaya bisa memencet tombol lantai yang dituju.

“Tekan angka tiga.” kataku

Sambil digendong suami saya, Putri pun menekan angka tiga. Dia tampak sangat senang sekali. Hanya dalam hitungan detik, kami pun sampai pada lantai tiga.

Setelah berjalan memutari rak-rak barang dagangan, sampailah kami diwahana untuk bermain anak.

Saya menukarkan uang sepuluh ribu rupiah dengan sepuluh buah koin untuk bermain. Permainan pertama yang dinaiki Putri adalah motor balap. Untuk dapat menghidupkan motor balap ini membutuhkan dua koin. Setelah memasukkan dua koin kedalam lubang disamping stang motor dan memencet tombol merah didekatnya, motor balap pun mulai bergoyang-goyang. Putri memegang stang motor sambil tersenyum gembira.

Putri berpindah dari satu permainan kepermainan yang lain, dari naik motor hingga mandi bola, memukul tikus dan main prosotan. Dari berbagai permainan tersebut, Putri mendapatbanyak kupon yang bisa ditukarkan dengan mainan atau alat tulis. Nah, karena Putri sangat menyukai menggambar, maka saya pun menukarkan kuponnya dengan alat tulis dan sisanya ditukar dengan permen.

Setelah puas bermain, Putri haus, dan minta minum susu. Sebelumnya saya sudah membawa bekal susu dan air mineral. Setelah menerima sebotol susu, Putri pun mencari kursi panjang untuk tiduran. Inilah kebiasaan jelek bagi dia, karena sewaktu minum susu harus sambil berbaring.

Kami pun kembali turun ke lantai dasar untuk berbelanja. Seperti saat naik ke lantai tiga, kami pun memakai lift supaya tidak capek. Tetap saja terasa lelah, karena bermain selama satu jam cukup untuk mengurangi lemak ditubuh.

Tidak seperti biasa, saya mengambil kereta dorong, supaya Putri bisa naik diatasnya, dan dia tidak bosan kalau saya memilih barang-barang untuk kebutuhan dirumah. Setiap melewati rak, Putri pasti berkomentar sambil menunjuk barang-barang di rak ...

“Itu susu aku....”

“Itu sabun mandi aku....”

“Itu sikat gigi aku....”

“Itu bedak aku...”

Dan lain-lain,

Tak terasa, dua jam sudah kami menghabiskan waktu di Mall, perut pun mulai minta diisi. Selesai membayar, kami segera menuju tempat parkir dan berjalan pulang. Sebelum sampai dirumah, kami mampir di restoran yang menyediakan nugget, lauk kesukaan Putri.

Dengan lahap, Putri pun makan. Sayang, nasi yang dihidangkan agak lembek, yang tidak disukai Putri. Akibatnya, baru beberapa suap, dia sudah tidak mau makan. Dia lebih suka minum dan bermain di halaman restoran.

Perjalanan pulang selama empat puluh lima menit terasa sangat panjang bagi Putri. Dan selama itu pula Putri tertidur dengan pulas. Sesampainya dirumah.....

“Ah.... Putri masih mengantuk, Budhe....” katanya sambil rebah di depan TV.

“Kalau mau tidur, jangan disini, ayo masuk kamar saja, nanti digigit semut lho!” kataku sambil menggandeng tangan mungilnya. Dengan bermalas-malasan, Putri pun bangkit, berjalan dengan gontai ke kamar.

“Tolong buatin susu Budhe...” pinta Putri sambil memejamkan mata

Segera saya pun membuatkan susu satu botol. Belum sempat meminum susunya, Putri pun telah terbang ke alam mimpi.

_---------------_

Sore hari, setelah tidur dua jam, Putri pun bangun. Segera saya membawanya ke kamar mandi untuk pipis dan mandi. Biasanya, kalau Putri mandi, pasti menghabiskan waktu hanpir satu jam, karena sebelum mandi, dengan tanpa pakai baju, Putri akan bermain air terlebih dahulu. Mencampur air dengan sabun mandi, mengisi gelas plastik kosong dengan air sabun, membuat gelembung-gelembung sabun, dan masih banyak lagi.

Hingga Mama Putri datang untuk mengajak pulang. Kalau yang menjemput bukan Mama, jangan harap Putri mau pulang, bahkan kadangkala Mama pun kesulitan untuk mengajak pulang, hingga membiarkan Putri menginap di rumah saya.

“Putri, Mama sudah datang lho, mau di mandiin Mama atau Budhe?” kataku sambil menggedor pintu kamar mandi. Biasa, kalau sudah dikamar mandi, pintu langsung dikunci dari dalam dan Putri akan bermain sepuasnya.

“Aku nggak mau pulang, aku mau nginap disini.” Kata Putri dari dalam kamar mandi sambil berteriak.

Setelah membujuk dengan segala cara, akhirnya Mama Putri menyerah,

“Ya sudah, Putri boleh menginap dirumah Budhe, tapi Putri jangan nakal ya.”

“Iya....”

Mama Putri pun pulang dengan tangan hampa.

Malam menjelang, setelah capek main game on line, Putri pun mulai mengantuk...

“Capek aku....” katanya sambil merebahkan diri di depan TV

“Putri tidak belajar?”

“Bukunya kan nggak dibawa, Budhe...”

“Ya sudah, sekarang bobok saja di kamar!”

“Kan belum gosok gigi dan cuci kaki, Budhe....” kata Putri sambil beranjak ke kamar mandi.

“Oh iya, sekalian pipis ya...” kataku sambil melepaskan celananya

-________________-

“Ceritain Budhe....” kata Putri setelah menghabiskan satu botol susu

“Baiklah, dengarkan baik-baik ya, jangan menyela...”

BAWANG MERAH BAWANG PUTIH

Zaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis cantik bernama Bawang Putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Ayah Bawang Putih pedagang yang berhasil, sehingga mereka hidup dengan bergelimang harta dan mereka saling menyayangi satu dengan yang lainnya. Tiba-tiba, suatu hari Ibu Bawang Putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang Putih dan Ayahnya sangat berduka.

Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Sejak ibu Bawang Putih meninggal, ibu Bawang Merah sering berkunjung ke rumah Bawang Putih. Dia sering membawakan makanan, membantu membersihkan rumah atau kadang-kadang Dia datang hanya untuk menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang Putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang Merah, supaya Bawang Putih tidak kesepian lagi, terutama jika dia harus pergi ke kota untuk berdagang.

Dengan meminta persetujuan dari Bawang Putih, maka ayah Bawang Putih menikah dengan Ibu Bawang Merah. Awalnya Ibu Bawang Merah dan Bawang Merah sangat baik kepada Bawang Putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi Bawang Putih dan menyuruh Bawang Putih mengerjakan semua pekerjaan rumah ketika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang Putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang Merah dan Ibu tirinya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang Putih tidak mengetahuinya. Bawang Putih tidak berani mengadu pada ayahnya karena diancam oleh Ibu tirinya .

Suatu hari ayah Bawang Putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang Merah dan ibunya menjadi semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang Putih. Bawang Putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang Merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Dia juga membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Bawang Putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.

Pagi ini seperti biasa Bawang Putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Setelah sampai di sungai, Bawang Putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Karena terlalu asyik, Bawang Putih tidak menyadari bahwa salah satu baju hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju tersebut telah hanyut terlalu jauh. Bawang Putih berjalan menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.

“Ibu, maafkan aku, baju ibu yang berwarna merah hanyut terbawa arus sungai....” kata Bawang Putih sambil ketakutan.

“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan pulang ke rumah kalau belum menemukannya. Mengerti?”

Hari telah beranjak petang, Bawang Putih terpaksa kembali ke sungai,  menuruti keinginan ibu tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Matahari mulai menghilang diganti dengan rembulan, namun Bawang Putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan malam telah semakin larut, Bawang Putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang Putih bertanya:

“Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut disini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.”

“Ya tadi saya melihatnya, Nak. Kalau kamu segera mengejarnya, mungkin kau bisa mendapatkannya,” kata gembala itu.

“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang Putih

Bawang Putih segera berlari kembali menyusuri sungai. Malam makin larut, Bawang Putih sudah mulai putus asa. Dia belum juga menemukan baju ibu tirinya. Dari kejauhan tampak cahaya lampu dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang Putih segera menghampiri rumah itu, kemudian mengetuk pintunya,

“Permisi…!” kata Bawang Putih.

Dengan tertatih-tatih, datanglah seorang nenek yang telah renta membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya Nenek itu.

“Saya Bawang Putih, Nek. Saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut disungai ini. Apakah Nenek melihat baju berwarna merah?” tanya Bawang Putih.

“Ya, Cu. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek.

“Baiklah aku akan mengembalikannya. Akan tetapi, karena sudah malam dan jalan untuk kembali kerumahmu tentu sangat berbahaya, maukah kamu menginap disini?”

“Baiklah Nek...” kata Bawang Putih.

“Apalagi jika cucu mau menemani Nenek lebih lama, maka Nenek akan senang sekali, sebab nenek jarang sekali mempunyai teman berbicara.” Kata Nenek itu. Dia kelihatan kesepian. Bawang Putih pun merasa iba.

“Baiklah Nek, saya akan menemani Nenek selama seminggu, asal Nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang Putih dengan tersenyum.

Selama seminggu Bawang Putih tinggal dengan Nenek tersebut. Setiap hari Bawang Putih membantu membersihkan rumah Nenek, serta memasakkan makanan untuk Nenek. Tentu saja Nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu Bawang Putih tinggal disana.

Nenek pun memanggil Bawang Putih.

“Cu, sudah seminggu kamu tinggal di sini. Aku senang karena kamu anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kamu boleh membawa baju ibumu. Dan satu lagi, kamu boleh memilih salah satu dari labu-labu kuning ini sebagai hadiah!” kata Nenek.
Mulanya Bawang Putih menolak diberi hadiah tapi Nenek tersebut tetap memaksanya. Akhirnya Bawang Putih memilih labu yang paling kecil.

“Kenapa memilih labu yang paling kecil, Cu?” tanya Nenek

 “Saya tidak kuat membawa yang besar, Nek.” katanya.

Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang Putih hingga depan rumah. Setelah menyusuri sungai, sampailah Bawang Putih dirumahnya. Bawang Merah dan Ibunya terkejut. Mereka menyangka Bawang Putih telah meninggal dimakan harimau atau buaya.

Bawang Putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya.

“Apa yang terjadi? Kenapa kamu lama sekali, hah?” kata Ibu tirinya sambil marah-marah. Bawang Putih pun menceritakan semua yang dialaminya, dan memperlihatkan labu kuning hadiah dari Nenek.

“Cepat belah labunya!” kata Ibu Bawang Merah dengan tidak sabar.

Bawang Putih pun segera pergi ke dapur untuk membelah labu dengan diikuti Bawang Merah dan Ibunya. Alangkah terkejutnya Bawang Putih ketika labu itu terbelah, didalamnya berisi emas permata yang sangat banyak. Mereka terkejut. Ibu tirinya dan Bawang Merah dengan serakah langsung merebut emas dan permata tersebut.

Karena ingin mendapatkan harta yang lebih banyak lagi, Bawang Merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Bawang Putih, akan tetapi kali ini Bawang Merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya Bawang Merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti Bawang Putih, Bawang Merah pun diminta untuk menemani Nenek itu. Tidak seperti Bawang Putih yang rajin, selama seminggu dirumah Nenek itu Bawang Merah hanya bermalas-malasan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan Bawang Merah untuk pergi.

“Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena telah menemani selama seminggu?” tanya Bawang Merah.

Nenek itu terpaksa menyuruh Bawang Merah memilih salah satu dari labu-labu yang ditawarkan. Dengan cepat Bawang Merah mengambil labu yang paling besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia pergi.

Sesampainya di rumah Bawang Merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut Bawang Putih akan meminta bagian, mereka menyuruh Bawang Putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang Bawang Merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.

“Nah, ceritanya sudah selesai...”

Ternyata Putri telah tertidur dengan nyenyak. Saya segera menyelimutinya.

“Selamat tidur, mimpi yang indah Putri.” Bisikku dan mengecup pipinya

Jumlah kata: 2142

Jumlah seluruh kata: 8830

Blog, Updated at: 20.46

2 komentar:

  1. Thanks for this post its really interesting i bookmark your blog for future stuff like this..
    Volkswagen Rabbit AC Compressor

    BalasHapus

Popular Posts

Followers