Siang sedang beranjak menuju sore, gelap pun mulai menyapa. Saat aku mulai selesai mandi sore, tiba-tiba saja sahabatku datang untuk mengajak jalan-jalan sore, keliling kota Jogja.
“Emang mau jalan kemana?” tanyaku
“Aku mau membeli aksesoris motor.” jawabnya dengan santai
Meskipun dia perempuan, tapi sahabatku ini sangat tomboy…. olahraganya pencak silat, bajunya T-shirt dan celana jins, rambutnya pendek, wah tampilan persis cowok deh.
(aku dan sahabat, dok. pribadi)
“Kamu tau tempatnya?” agak sangsi aku bertanya
Kami berdua sama-sama bukan asli jogja, jadi wajar kalo aku agak kuatir dia salah jalan. Apalagi baru dua minggu ini dia dapat kiriman sepeda motor dari ortunya. Selama ini, kalo jalan-jalan pasti naik bis atau benar-benar jalan kaki. hehehe…..
“Tenang, aku dah dapat peta jalan-jalan di Jogja kok.” Katanya dengan yakin
“Oke deh, tapi cari makan dulu ya…. aku laper nih, belum makan dari tadi siang…”
“Nah, urusan makan, kamu yang tau tempat yang sip kan?” sahutnya
“Tapi jangan protes ya… kamu mungkin ga pernah makan ditempat ini, tapi pasti kamu ingin balik lagi nantinya.”
“Awas, jangn yang aneh-aneh lho!” Dia agak kuatir dengan tempat makan yang kupilih
“Sip…………..”
Setelah berganti baju dan memakai atribut bermotor lengkap (helm, jaket, kaos kaki, sarung tangan, masker dan kaca mata), kamipun melaju ke arah jalan raya. sampai di perempatan gang Guru, kami berbelok ke arah kiri. Kalo ke kanan, ntar dimarahi pengendara lain, kan jalurnya dah dibagi dua. hehehehe…
Setelah kira-kira empat kilo dari gang Guru, kami sampai di tempat tujuan. Warung angkringan spesial depan Kanisius.
“Berhenti di depan ya, tuh warung yang rame itu.” kataku
“Kok disini, emang enak? ini kan angringan?” sambil ngomel-ngomel, dia mencari tempat parkir yang sudah penuh
” Santai aja, ntar kamu tau sendiri kenapa tempat ini rame.” katakku sambil tersenyum
Tak lama kemudian, kami memesan nasi lengkap, yaitu nasi plus sambal goreng teri dan tumis kacang panjang taoge, memesan dua gelas es jeruk, serta mengambil sepiring mendoan yang masing panas, kamipun berusaha menemukan tempat yang pas untuk duduk. Setelah liat kanan kiri, depan belakang, akhirnya kami mendapat tempat duduk diserambi toko.
(Angkringan jogja, remang-remang dari cahaya lampu teplok. dok. bisnis ukm.com)
Sambil menunggu pesanan datang, kami mengobrol sambil makan mednoan. Tiga puluh menit kemudian, tampak cewek-cewek cantik dengan kaos ketat dan celana atau rok menghampiri kami, membawa pesanan kami. Bagi pengunjung yang tidak sabar menunggu, biasanya lanngsung mengambil nasi bungkus didepan penjual.
“O… ini penyebabnya angkringan ini jadi rame banget.” kata sahabatku sambil melirik mbak-mbak yang melayani kami
” Yup, salah satu trik marketing sudah dijalankan pemilik angkringan ini.” sahutku
Dengan hanya bermodal Rp. 10.000,00 kami berdua cukup kenyang untuk melanjutkan perjalanan.
(Tugu jogja, merupakan simbol pusatnya kota Jogja. dok.Yogyes.com)
Selanjutnya, kami terus kearah utara, hingga sampai di pertigaan ring road, kemudian menyusuri ringroad sampe ke perempatan Kentungan, kemudian menuju ke arah Tugu Jogja, berbelok ke arah jalan P. Mangkubumi. Ternyata, sepanjang jalan sudah rame oleh pedagang kaki lima atau istilahnya pedagang klitikan. Berbagai macam barang dijual disini, mulai dari aksesoris motor dan mobil,sepatu, sandal, baju, sampai Hp, laptop, bahkan mesin ketik tangan juga masih bisa ditemui. Ramai banget. Hanya diterangi oleh lampu-lampu dari toko yang telah tutup dengan dibantu oleh lampu patromaks, transaksi pun berjalan dengan seru.
Sahabatku mencari lampu belakang untuk motornya. Setelah tawar-menawar, akhirnya lampu belakang kristal berpindang tangan dengan harga sepertiga dari harga toko.
Kami pun melanjutkan perjalanan pulang, setelah membeli durian monthong yang aromanya sangat mengganggu sejak menyusuri jalan tersebut.
“Emang mau jalan kemana?” tanyaku
“Aku mau membeli aksesoris motor.” jawabnya dengan santai
Meskipun dia perempuan, tapi sahabatku ini sangat tomboy…. olahraganya pencak silat, bajunya T-shirt dan celana jins, rambutnya pendek, wah tampilan persis cowok deh.
(aku dan sahabat, dok. pribadi)
“Kamu tau tempatnya?” agak sangsi aku bertanya
Kami berdua sama-sama bukan asli jogja, jadi wajar kalo aku agak kuatir dia salah jalan. Apalagi baru dua minggu ini dia dapat kiriman sepeda motor dari ortunya. Selama ini, kalo jalan-jalan pasti naik bis atau benar-benar jalan kaki. hehehe…..
“Tenang, aku dah dapat peta jalan-jalan di Jogja kok.” Katanya dengan yakin
“Oke deh, tapi cari makan dulu ya…. aku laper nih, belum makan dari tadi siang…”
“Nah, urusan makan, kamu yang tau tempat yang sip kan?” sahutnya
“Tapi jangan protes ya… kamu mungkin ga pernah makan ditempat ini, tapi pasti kamu ingin balik lagi nantinya.”
“Awas, jangn yang aneh-aneh lho!” Dia agak kuatir dengan tempat makan yang kupilih
“Sip…………..”
Setelah berganti baju dan memakai atribut bermotor lengkap (helm, jaket, kaos kaki, sarung tangan, masker dan kaca mata), kamipun melaju ke arah jalan raya. sampai di perempatan gang Guru, kami berbelok ke arah kiri. Kalo ke kanan, ntar dimarahi pengendara lain, kan jalurnya dah dibagi dua. hehehehe…
Setelah kira-kira empat kilo dari gang Guru, kami sampai di tempat tujuan. Warung angkringan spesial depan Kanisius.
“Berhenti di depan ya, tuh warung yang rame itu.” kataku
“Kok disini, emang enak? ini kan angringan?” sambil ngomel-ngomel, dia mencari tempat parkir yang sudah penuh
” Santai aja, ntar kamu tau sendiri kenapa tempat ini rame.” katakku sambil tersenyum
Tak lama kemudian, kami memesan nasi lengkap, yaitu nasi plus sambal goreng teri dan tumis kacang panjang taoge, memesan dua gelas es jeruk, serta mengambil sepiring mendoan yang masing panas, kamipun berusaha menemukan tempat yang pas untuk duduk. Setelah liat kanan kiri, depan belakang, akhirnya kami mendapat tempat duduk diserambi toko.
(Angkringan jogja, remang-remang dari cahaya lampu teplok. dok. bisnis ukm.com)
Sambil menunggu pesanan datang, kami mengobrol sambil makan mednoan. Tiga puluh menit kemudian, tampak cewek-cewek cantik dengan kaos ketat dan celana atau rok menghampiri kami, membawa pesanan kami. Bagi pengunjung yang tidak sabar menunggu, biasanya lanngsung mengambil nasi bungkus didepan penjual.
“O… ini penyebabnya angkringan ini jadi rame banget.” kata sahabatku sambil melirik mbak-mbak yang melayani kami
” Yup, salah satu trik marketing sudah dijalankan pemilik angkringan ini.” sahutku
Dengan hanya bermodal Rp. 10.000,00 kami berdua cukup kenyang untuk melanjutkan perjalanan.
(Tugu jogja, merupakan simbol pusatnya kota Jogja. dok.Yogyes.com)
Selanjutnya, kami terus kearah utara, hingga sampai di pertigaan ring road, kemudian menyusuri ringroad sampe ke perempatan Kentungan, kemudian menuju ke arah Tugu Jogja, berbelok ke arah jalan P. Mangkubumi. Ternyata, sepanjang jalan sudah rame oleh pedagang kaki lima atau istilahnya pedagang klitikan. Berbagai macam barang dijual disini, mulai dari aksesoris motor dan mobil,sepatu, sandal, baju, sampai Hp, laptop, bahkan mesin ketik tangan juga masih bisa ditemui. Ramai banget. Hanya diterangi oleh lampu-lampu dari toko yang telah tutup dengan dibantu oleh lampu patromaks, transaksi pun berjalan dengan seru.
Sahabatku mencari lampu belakang untuk motornya. Setelah tawar-menawar, akhirnya lampu belakang kristal berpindang tangan dengan harga sepertiga dari harga toko.
Kami pun melanjutkan perjalanan pulang, setelah membeli durian monthong yang aromanya sangat mengganggu sejak menyusuri jalan tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar